Dosen Nekrofilia vs Dosen Biovilia

08 Jan 2016 - 3156 View
Share

 Bukan hanya fenomena tapi memang nyata!

Oleh : Walyono,S.Psi

InfoUMA - Bersyukur sekali rasanya kalau ada kesempatan, walau dibarengi kesibukan mengikuti kelas di Pasca Sarjana UMA. Tulisan ini bukan hanya sekedar informasi, tetapi juga bisa jadi kritik positif terhadap semua yang berstatus sebagai seorang pengajar, guru dan juga dosen. Awal mengapa saya tertarik membahas tema ini karena menurut saya ini menarik dan fenomena yang hampir sangat “sungkan” untuk di “colek”, kayak sabun aja ya…

Kok pembahasan ini sih?

Pertama saya ingin katakan bahwa ini menarik (masih konsisten kan seperti paragrap diatas heheh), pertama kali saya mendengar dua istilah dalam judul diatas adalah pada saat semester 1, kebetulan saya sekamar di kos dengan anak pendidikan di sebuah universitas ternama di medan, dan saya coba-coba untuk membaca buku teman saya, dan saya mencoba memadukan dengan fenomena yang ada di lingkungan. Sebuah perguruan tinggi, sekolah, atau lembaga kursus, tentu aneh kalau sampai mendapatkan pengajar yang “bodoh”, sudah pasti kalau namanya mau jadi pengajar tentu punya grade yang sudah ditentukan, setidak-tidaknya kan diatas rata-rata IQ-nya, apalagi perguruan tinggi minimal dosen S1 pasti seorang yang bergelar Master, atau Doktoral, kalau S2 Pasti dosenya bertitel Doktoral atau maksimal Profesor, artinya gurunya (pengajarnya) harus lebih tinggi pengetahuannya ketimbang yang diajari, walau pada proses belajar dimahasiswa, kita dituntut untuk bisa mengeksplorasi mata kuliah dengan sendirinya, dan dosen akan membantu dalam proses diskusinya. Tapi ternyata tidak semua orang pintar atau orang yang memiliki gelar berderat panjang pandai mengajar, dan piawai pada proses belajar mengajar, nah inilah pokok penting yang jadi triger mengapa memilih materi ini. Karena karakter dosen kan banyak contoh : ada dosen yang kalua da mahasiswa yang memberikan pemahaman baru atau hasil analitisnya maka dosen akan menjawab “saya sudah lebih tau, gak perlu kau kasih tau”, ada juga dosen yang sangat bersemangat dan sangat aware terhadap persoalan-persoalan kekinian dan mau belajar terhadap mahasiswa, ada juga dosen yang menjadikan mahasiswa sebagai objek pasif sehingga selama perkuliahan dosen membaca slide sampai mata kuliah usai dan tidak meninggalkan bekas selain tugas, kemudian ada juga dosen yang kalua jawabanya tidak persis benar dengan teks pada buku maka akan salah, dan berbagai karakter lainnya. Intinya saya ingin katakana bahwa prinsipnya ada dosen yang tidak mau membaca buku lagi, merasa sudah pakem, tidak mencari tau hal-hal baru dan tidak gampang menerima pandangan dari orang lain atau mahasiswa, dan satu lagi ada dosen yang selalu belajar dan mengembangkan dirinya baik bersama mahasiswa pada saat pembelajaran, dan kemudian tertantang dengan pengetahuan-pengetahuan baru dan sangat positif terhadap pengetahuan mahasiswanya. Nah kedua inti yang akan merasuk dalam pembahasan nekrofilia dan biofilia.

Kita Baca Refrensi Dulu ya…

Dalam pembahasan ini saya sedikit mengambil refrensi dari Erich Fromm tokoh psikoanalisa, tentang dua istilah yang akan kita bahas kedepan (wah bakal panjang nih), semangat ya membacanya. Kita awali dari istilah Nekrofilia, sejatinya secara etimologi istilah ini tidak begitu cocok untuk mengartikan sebuah kondisi yang akan kita bahas, akan tetapi esensinya mirip dan bahkan bisa disamakan, kalau meminjam istilah Fromm maknanya diperluas untuk kebutuhan jurnal-jurnal yang ia kembangkan. Istilah ini berarti kecintaan pada kematian. Biasanya menunjuk pada perbuatan seksual yang tidak lumrah, di mana seseorang membutuhkan kontak seksual dengan mayat. Namun, Fromm mengunakan istilah nekrofilia untuk hal yang lebih luas, menyangkut ketertarikan pada kematian, atau tidak ingin tumbuh sebagai manusia yang memiliki kesempatan hidup, dan saya ingin mengaitkan bahwa orang-orang nekrofilia adalah orang-orang yang tidak ingin tumbuh secara keilmuan, merasa sudah cukup apa yang dimilikinya. Sementara biofillia memiliki arti biofilia; yaitu cinta yang menggebu-gebu terhadap kehidupan dan semua yang hidup. Pribadi biofilia berhasrat mengembangkan semua kehidupan sampai sejauh mungkin – hidup manusia, hewan, tumbuhan, ide,dan budaya. Mereka focus pada pertumbuhan dan perkembangan diri mereka seperti terhadap orang lain. Nah sudah mulai nyambung ya….

Anda Dosen nekrofilia ?

Semoga saja tidak, Karena seorang pengajar yang memiliki karakter nekrofilia tidak akan mau mengemas pembelajaran dengan lebih menari, karena ia akan membatasi pemahaman-pemahaman baru yang muncul dari muridnya,  dan Dosen nekrofilia sangat membahayakan bagi tumbuhnya generasi yang positif, karena tidak mendukung atau memberikan kesempatan bagi para muridnya untuk lebih tau dan bahkan lebih eksploratif, nekrofilian akan merasa tidak nyaman jika muridnya jauh lebih dari gurunya. Berikut ciri-ciri guru nekrofilia berdasarkan dari beberapa sumber yang saya dapatkan :

  1. Tidak lagi mau membaca buku ataupun hal-hal baru dalam bidang keilmuanya
  2. Mengajari muridnya dengan apa yang ia ketahui
  3. Menutup diri terhadap pandangan murid-muridnya terhadap ilmu yang ia sampaikan selama ilmu terus mengalami perkemangan
  4. Mudah marah jika ada murid yang memberikan pendapat yang tidak mengena seperti pemahaman yang ia miliki
  5. Dominan dalam proses pembelajaran, murid atau mahasiswa harus patuh terhadap apa-apa yang diperintahkan dan disampaikannya
  6. Angkuh dengan pengetahuan dan pemahamannya
  7. Menutup diri terhadap informasi terbarukan
  8. Kelas menjadi tidak menarik untuk diikuti
  9. Destruktif
  10. Memberi pengaruh negative terhadap siswa
  11. Keberadaan dan kehadiranya tidak di tunggu oleh muridnya

 

Semoga kita termasuk orang-orang biofilia

Siapa yang nggak suka dengan label biofillia dan siapa yang tidak ingin belajar dengan pengajar biofilia, jumlahnya tidak lebih banyak dari dosen-dosen dengan kemampuan mengajar standard, nggak usahlah kita bilang nekrofillia. Dalam satu semester mungkin hanya bisa kita jumpai 1-3 dosen atau bahkan Cuma 1 dosen menurut saya. Sangat interaktif, aktif, positif dan selalu menghargai pendapat mahasiswa dengan tetap membantu memberikan kebenaranya, diskusi dengan mahasiswa adalah relearning baginya, suka dengan muatan baru. Focus menjadi bagian utama karena terlalu lebar pembahasanya takut tidak esensial sehingga cenderung pada inti persoalan, kalaupun ngalor ngidul hanya untuk memancing perhatian mahasiswa atau muridnya untuk terus mengikuti perkuliahannya. Ada canda, open mind, ada lawakan, ada kick, dan positif. Sudah pasti anda orangnya bukan ? haha semoga

Kita tilik sedikit ciri-cirinya yang saya baca dari berbagai sumber :

  1. Tidak mendikte
  2. Membaca buku-buku terbaru tentang bidang ilmunya
  3. Disukai muridnya
  4. Keberadaan dan kehadiranya ditunggu-tunggu
  5. Membuka ruang diskusi sangat lebar kepada mahasiwanya
  6. Tidak pelit dengan reward dan motifasi
  7. Saling bertukar buku dengan mahasiswa
  8. Bertanya kepada mahasiswa tidak menjadi aib baginya
  9. Tidak membatasi pemahaman muridnya
  10. Ramah terhadap muridnya.

Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa berupaya untuk bisa menjadi pengajar yang baik, karena untuk menciptakan mahasiswa atau murid yang sesuai dengan harapan pendidikan nasional adalah juga dengan memulai dari memperbaiki diri kita, tidak lalai terhadap jam belajar, tidak keasikan dengan mengajak mendengarkan cerita tak berhaluan selama di kelas. Amanah yang juga sangat bernilai ibadah bagi para pengajar, bayangkan saja ketika seorang dosen atau guru mampu membeangun inspirasi kebaikan untuk memanfaatkan ilmu pada sector-sektor produktif sehingga bisa dimanfaatkan oleh banyak orang maka berapa kebaikan yang telah ia kumpulkan? Semoga upaya kita mendapatkan ridho dari Tuhan yang Maha Esa. Amin

Selamat berjuang, para pahlawan tanpa tanda jasa (cieh sepertinya gak ini lagi ya falsafahnya), karena saat ini guru dan para pengajar dengan istilah-istilahnya yang semakin banyak ada coach, pelatih, mentor, trainer dan segala macamnya sudah mulau mendapat perhatian dari pemerintah. Semoga disyukuri.

Sampai jumpa di tulisan berikutnya.

Sumber :

  • Davison, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. N. 2004. Psikologi Abnormal. Terjemahan oleh Noermalasari Fajar. 2006. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
  • 2004. Psikologi Kepribadian.Malang: UMM Press.
  • Feist, Jess, & Feist, J. G. 2008. Theories of Personality.
  • Ramadhani, A. V. Personality Disorder (Gangguan Kepribadian). (Online) (file:///G:/jurnal gangguan kepribadian.htm, diakses tanggal 12 Mei 2009).
  • Leary, T. (1957). Interpersonal diagnosa dari pribadinya.New York: Ronald Press.
  • 2009: Exploring Personality with the Interpersonal Circumplex, Social and Personality Psychology Compass, 3/4 (19 pp.)
  • http://tarie-elxzone.blogspot.co.id/2011/04/orientasi-orientasi-karakter-dan.html

© 2024 PDAI - Universitas Medan Area Twitter UMA | Universitas terbaik menerapkan kampus digital dengan mendukung program kampus merdeka menjadi PTS favorit di sumut. Instagram UMA | Universitas terbaik menerapkan kampus digital dengan mendukung program kampus merdeka menjadi PTS favorit di sumut. Youtube UMA | Universitas terbaik menerapkan kampus digital dengan mendukung program kampus merdeka menjadi PTS favorit di sumut.